Kamis, 25 Agustus 2011

CERPEN: GADIS SERIBU TUNTUTAN

 


Seringkali gundah goyahkan hatiku

Saat kulihat Adam-Hawa di masa sekarag

Aku sendiri

Seolah kudapati diri di padang luas yang tandus

Berharap temukan oase

Lalu kupikir

Andai aku jadi kaktus saja

Yang…

 

“Sheila…!!!” panggil sang Ibu yang hendak meminta bantuan Sheila sembari menghampiri anak tengahnya itu. “oh, lagi belajar ya?” gumam Sang Ibu saat melihat Sheila terlihat serius duduk di meja belajar di kamarnya. Segera Sheila menyudahi menulis puisi untuk membantu ibunya, sehingga apa yang hendak ia tulis tak sempat ditulisnya.

Sheila adalah anak kedua dari tiga bersaudara. Gadis berusia 19 tahun ini adalah mahasiswi program studi pendidikan Bahasa Inggris semester dua di salah satu universitas favorit di Bandung. Cita-citanya adalah menjadi serang guru. Sebuah cita-cita yang konsisten sejak ia masih kecil. Sheila merasa dia memiliki bakat untuk menjadi seorang guru, maka ia pilih fakultas keguruan.

Saat surya menyingkap tirai malam,Sheila terbiasa mengerjakan tugas yang menjadi bagiannya, yakni menyapu, mencuci piring dan mengantarkan adiknya ke sekolah. Sheila berangkat kuliah dengan mengendarai skuter maticnya. Di tengah perjalanan ke kampus, tiba-tiba ban motornya pecah sehingga ia harus menuntun sepeda motornya sendiri ke tempat tambal ban terdekat. Di benaknya ia berharap akan ada sang pangeran berkuda putih yang akan membantunya, namun kenyataannya nihil. Segera Sheila mengabari Nesa, temannya, lewat pesan singkat. “kalau saja tadi aku bilang mau buat dianterin kuliah sama Kak Reza, pasti aku gak akan absen mata kuliah pertama. Hmmmm…” gerutu Sheila di dalam hati.

Sheila bukanlah tipe wanita yang cepat merespon saat ada laki-laki yang mendekatinya, tapi ia juga bukan tipe wanita yang cuek. Dia selalu rikuh saat berhadapan dengan laki-laki, terlebih jika tahu bahwa laki-laki itu menyukainya. Saat semester satu awal, dia ditembak oleh Gilang, teman satu angkatannya yang sudah pedekate sejak masa-masa ospek. Namun, Sheila tak lantas menerimanya. Memasuki pertengahan semester, Arbi, teman sekelasnya, menyatakan cinta lewat facebook sehingga membuat heboh satu kelas. Lagi-lagi Sheila menolaknya. Sebenarnya, Sheila menyukai sosok Ikmal, mahasiswa semester enam yang juga satu program studi. Sheila hanya menjadi pemuja rahasianya, padahal sahabat-sahabatnya tahu akan hal itu. Ikmal adalah sosok yang smart dan berkarakter beda menurut Sheila. Seperti anomali, tapi di usianya yang masih 22, dia sudah menjadi salah satu trainer motivasi di salah satu lembaga training center, juga pembimbing di salah satu tempat kursus Bahasa Inggris. Mengetahui kalo favorite boynya berstatus pacaran di facebook, Sheila pun kecewa. “Mereka memang serasi karena sama-sama smart” Gerutu Sheila sedikit kecewa.

“Shel, menurutku, Gilang itu lebih keren dari Kak Ikmal…” gumam Nesa, sedikit ragu untuk mengucapkannya, “Yaa, tiap orang punya pencitraan tersendiri….soal Gilang, aku rasa dia cuma bercanda aja!” jawab Sheila pada Nesa yang merupakan mak comblang antara Gilang dengan Sheila. “Justru dia masih ngarep sama kamu, dia bilang…” kalimat Nesa langsung dipotong Sheila “ahh, mening dibingungkan sama matematika daripada sama hal-hal kaya gini mah. Nes aku ke toilet dulu ya!”  Begitu keluar dari kelas, dia berpapasan dengan Gilang. Seolah tak kenal, Gilang memalingkan muka setelah beberapa detik melihat Sheila. “Kenapa sih dia? Biasa aja lah! Untung aku gak keburu senyum sama dia” gerutu Sheila agak kesal.

Kini Sheila sedang dekat dengan Reza, mahasiswa semester empat yang juga satu prodi. Mereka dekat karena dicomblangkan Metha, teman dekat Reza yang juga cukup akrab dengan Sheila. Di jam kuliah terakhir, handphone Sheila bergetar tanda ada pesan masuk, tapi Sheila mengabaikannya.

So, assignment for next week, Please You watch two western movie and listen how pronunciation between British stile and American style. Ok That’s all, you may leave the class!” jelas Bu Indah, Dosen Listening. Dari wajah penghuni kelas saat itu terlihat raut kepenatan. Tugas-tugas terus bertubi-tubi datang, walaupun ada juga mahasiswa yang cuek-cuek saja.  Entah mungkin karena tugas-tugasnya mudah, atau karena jenuh dan pasrah, atau bahkan mungkin sudah memiliki orang andalan yang siap membereskan tugas-tugasnya.

Dari jauh, Reza sudah melihat Sheila dan berkata pada sahabatnya, Ikbal, yang ada di sampingnya “Geregett tau gak sama gadis seribu tuntutan kaya si dia! Tiap kali di
ajak jalan pasti gak bisa, Alasannya pasti beresin tugas”

“Terus kenapa lo masih aja pedekate?”  “Penasaran! Gue nyamperin dia dulu ya!” jawab Reza dan langsung memanggil Sheila. Mereka pun mengobrol di bawah pohon rindang. Namun yang diobrolkan Sheila ialah tentang tugas-tugasnya. Sibuk browsing lewat laptop dengan memanfaatkan hotspot gratis di area kampus, pertanyaan-pertanyaan Reza pun dijawab dengan jawaban-jawaban yang tidak koheren. Reza pun terus memandangi Sheila. Merasa risih, Sheila berkata ”kenapa sih? Awas ya kalau omes!” “ I love you” “Apa?” “I proud of you” “haah????” “salut aja sama kamu yang setiap detik disibukkan sama tuntutan. Anak rajin!” jawab Reza sambil menggerutu dalam hati. Teringat di benak Sheila saat setiap kali smsan dengan Reza.

Lg ngapain Shel? :-)

Lg beresin tugas nih!

Hmm…rajin!!!

Bukan rajin, tp tuntutan, hehe..

Sejak saat itu, Reza memberikan julukan sendiri pada Sheila yaitu gadis seribu tuntutan.

Antusiasme Sheila dam perkuliahannya tdak sia-sia, terbukti dengan IP semester satunya yang tiadak kurang dari 3,5. Belajar di perguruan tinggi itu jangan disamakan seperti di sekolah menengah. Kuliah itu memperdalam ilmu yang berarti menambah pemahaman, dan harusnya menjadikan seseorang semakin pintar. Namun, apa guna kepintaran bila tidak diwujudkan dengan sebuah kesuksesan. Untuk sukses, maka harus kerja keras dan ulet. Lulusan perguruan tinggi harus sukses, sebab untuk apa kuliah, jika banyak orang yang sukses dengan ijazah sekolah menengah saja. Pemikiran itu yang membuat Sheila begitu antusias untuk menjadikan impiannya tak sebatas impian.

Pagi kembali mengusir awan malam, setelah semalaman Sheila mnyelesaikan tugas-tugasnya yang sudah dia cicil setiap malam. Keinginannya agar tugas selesai saat dua hari sebelum deadline akhirnya tercapai. Namun, alhasil Sheila bangun kesiangan, padahal ada kuliah pagi. Ditambah lagi dengan motornya yang dipakai Sang kakak pergi entah kemana. Sinar pagi semakin menjalar, tapi Sang kakak belum juga menampakkan batang hidungnya. Sheila pun akhirnya naik angkot. Tensinya makin naik karena di angkot Sheila duduk di sebelah pemuda yang asyik merokok. Saat tiba di gerbang kampus, Sheila melihat Gilang membonceng Citra, teman sekelas Gilang. Hmm…emang benar, cowok mah gampang melupakan sesuatu, sebaliknya kalau cewekCowok emang mahluk paling gak sensitive. Gerutu Sheila di dalam hati. Tiba-tiba tiiiiiitttt… terdengar suara klakson motor Arbi yang mengagetkan Sheila. “Apa sih?!!!” tegas Sheila sambil mengkerutkan keningnya, tapi Arbi hanya memberikan tawa kegirangan. “Harusnya hari ini berawal dengan baik karena semua tugas sudah beres. Tapi…hmm ya sudahlah cause everything it’s gonna be ok!” gerutu Sheila mencontek potongan lirik lagu Bondan ft. Fade to Black.

Sudah beberapa hari setelah mengobrol di bawah pohon rindang lalu, Reza tidak mengirim sms, apalagi untuk bertemu. “padahal lagi santai nih gak ada tugas, tapi kak Reza kok gak…” ucap Sheila dalam hati. Sebenanrnya bias saja Sheila memberi kabar pada Reza lewat sms, tapi harga dirinya terlalu tinggi. Karena hal ini, pikiran Sheila tak karuan. Kurang aktif saat mengikuti perkuliahan, tidak seperti biasanya, telat mikir, banyak melamun, dan lain-lain yang mengganggu konsentrasinya.

Sementara itu di lain tempat, Reza menceritakan perihal sikap Sheila yang cuek padanya pada Metha. “Dia suka alihin pembicaraan kalo gue coba buat nyatain perasan. Diajak jalan, pasti gak bisa…mungkin si Sheila gak suka sama gue, atau mungkin dia udah punya cowok!” jelas Reza pada Metha. Metha pun menceritakan hal itu pada Sheia dan hal itu membuat konsentrasinya makin buyar. Tidak hanya saat perkuliahan saja, saat ditanya oleh ayah, ibu, kakak dan adiknya pun Sheila tidak fokus menjawabnya. Konsentrasinya pada pelajaran buyar saat Sheila mencoba mengulas pelajaran yang disampaikan Dosen tadi siang. Tak sengaja menemukan selembar kertas bertuliskan puisi karyanya yang belum selesai, Sheila pun mencoba melanjutkan puisinya itu.

 

. . .

Yang tak perlu mencari oase

Yang tetap hidup di tengah kegersangan

Namun sayangnya bukan

Aku adalah sorang insan yang pasti kan resah tanpa air

 

“Cape hati gue. Ambisius banget dia, kesibukannya melebihi mahasiswa semester enam yang lagi Kuliah Kerja Nyata alias KKN. Padahal dia masih semester dua. Apa dia gak butuh seseorang buat ngasih perhatian lebih sama dia? Tapi gue tetep suka sama dia” gerutu Reza pada Ikbal, sohibnya.

“Kalo mau disuka sama dia, lo harus lebih pintar dari Ikmal, tahu kan?...paling enggak, nyamain lah!” jawab Ikbal.

“ wah ngeledek lo, kurang pintar apa lagi gue? Cuma dua mata kuliah yang mesti ngulang mah wajar lah, hahaha” gurau Reza, tapi sebenarnya dia menanggapi serius ucapan sohibnya itu.

Mengetahui bahwa di kampusnya akan diadakan pelatihan motivasi yang salah satu trainernya adalah Ikmal, Sheila pun tak akan absent untuk mengikutinya. Selama pelatihan, Sheila cukup aktif bertanya sehingga diingat Ikmal. Seiring waktu, meraka pun menjadi akrab, termasuk dengan Anis, pacar Ikmal. Setiap ada seminar atau workshop, Ikmal dan Anis mengabari Sheila dan mengajaknya. Selain itu, karena melihat kemampuan Sheila, Anis menawari Sheila untuk mengajar Bahasa Inggris di sebuah Taman Kanak-kanak. Kesempatan itu tidak disia-siakan Sheila dan orang tuanya pun mendukung hal itu, asalkan dia bisa memanage waktunya dengan baik. Apa yang Sheila pelajari saat perkuliahan, lalu dia praktekan saat mengajar di SD dan hal itu tentu menambah kelancarannya dalam berbahasa Inggris.

Malam kembali menutup langit biru. Saat hendak tidur, tiba-tiba tedengar nada pesan masuk. Rupanya dari Reza yang berisi ucapan selamat malam. Setidaknya hal itu membuat Sheila tersenyum tenang.

Pagi harinya, Sheila yang sedang berkumpul dengan teman-temannya sambil menunggu kedatangan Dosen, tiba-tiba dihampiri Reza. Reza pun mengajaknya untuk mengobrol berdua. Setelah berbasa- basi, lalu Reza berkata “ Besok hari apa ya?”

“Minggu…ya ampun dasar kakek-kakek pikun!”

“Main yuk!”. Seketika itu Sheila pun gugup dan bimbang, lalu Reza mengalihkan pembicaraan. “Kata Metha, sekarang kamu ngajar Bahasa Inggris di SD ya?...Wah makin banyak dong tuntutannya! Salut lah sama kamu” Namun Sheila hanya tersenyum aneh. Lalu Reza mennyanyikan potongan lagu Aishiteru yang sedang hits “Lupakan sgala obsesi dan ambisimu, akhiri semuanya cukup sampai di sini…” Entah kenapa mendengar lagu itu Sheila merasa bahwa Reza sedang menyindirnya. “Oh iya, Nanti sore jam tiga, anak-anak teater pentas di aula. Aku jadi peran utamanya lho! Nonton ya…kalau gak bisa juga gak apa-apa” jelas Reza. Bersama teman-temannya, Sheila pun menonton pementasan teater. Semua orang yang hadir terhibur dan seolah perutnya dikocok dengan humoran dan kekocakan para pemain. Reza senang dengan kehadiran Sheila. Namun Reza sedikit cemburu melihat Sheila duduk di samping Arbi. Hari sudah gelap, saat Reza hendak menghampiri Sheila dengan niat akan mengantarkannya pulang, tiba-tiba Sheila beranjak bersama Arbi. Rupanya Reza kalah cepat dengan Arbi. “Cinta emang gak bisa dipaksain, hmm…cukup sampai sini Shel!” gerutu Reza.

Sejak saat itu, Reza tidak pernah mengirim sms, menelpon, atau menemui Sheila. Hanya tersenyum kecil saat berpapasan. “Kak Reza ternyata sama saja, gak serius, cuma main-main. Hal kayak gini bikin orang jadi payah, jadi mellow. Pacaran itu bikin nyandu dengan sejuta fantasinya, nyita waktu tau gak!” ucap Sheila dengan ketusnya.

“Bukan Reza yang mainin kamu, tapi kamu saja yang kurang menghargai persaann dan perhatiannya. Jangan bohong kalau kamu gak butuh seorang laki-laki yang bisa sayang sama kamu. Kamu kecewa, tepatnya sakit hati kan? Kuliah itu memang prioritas, tapi cinta itu salah satu penyemangat juga. Oh iya, Reza bilang semoga kamu sukses mewujudkan impian kamu” jelas Metha.

Akhirnya, Sheila dapat memahami perkataan Metha dan menyadari hal itu. “Untuk kedepannya, aku akan lebih menghargai perasaan seseorang yang memberikan perhatian lebihnya, tapi tetap dengan prioritasku.”

 

                      ***

 

Jumat, 19 Agustus 2011

Letter to a character of "5 CM" (Writing Assignment)


Majalaya, 10th of August 2011

Dear Zafran,

First time I knew you, I was enchanted to meet you. I like the way you are. You knew much about philosophy, poetry, and words having imagery. All of joking that you created really made people around you be happy, including me. The nature that you have, style that you apply and attitude that you show, those are interesting. Making people laugh is good act, I guess. Because it makes anyone forgetting his/her sadness for a while. There is no thing that need to be changed of yourself. Because someone looks perfect from the way he/she is. Let it be you.

Anyway I know you are fan of the film “The Dead Poet’s Society,” and like an excerpt “capatain... o my captain.” I am glad because what I like is what you like. When I remember about that, I am used to smile on my own. You remember it, don’t you? You told much about Socrates’s philosophy. If you never said that, perhaps I never knew it. However, I say thank you for giving me more knowledge, especially about philosophy. That is useful to keep my spirit in getting my ideals. You are my vocalist, my poet and my philosopher.

Actually there are so many things that I want to tell, but a piece of this paper is too little to write down my words about you. As you and the members of “Power Ranger” said to hang our ideals five centimeter in front of our brow, I’ll do that. I do hope to be able hiking to the top of Mahameru. So, I’ll keep it in front of my brow and will never let it go.


Keep smiling


                                                                                                                                            Love


    Mutia

Rabu, 17 Agustus 2011

CERPEN: Si Paling Menggerutu

Minggu pagi kebanyakan orang bangun setelah sang raja siang sudah hampir berada pada tahtanya. Jika tidak, maka menonton berita soal korupsi, kerusuhan, kecelakaan lalu lintas, pembunuhan, yaaa..something like that. Sementara itu sebagian kaum ibu sembari mengerjakan pekerjaan rumah, mereka menonton gosip terkini seputar artis yang kita sebut infotainment yang telah hadir dikala matahari masih mengintip dibalik sisa awan malam.


Aku sendiri lebih memilih untuk skipping di halaman depan dengan tujuan menambah tinggi badanku yang tak sampai 170 cm. Embun di dedaunan mulai terlihat jelas, akupun menyudahi berolahraga kemudian mengambil selang untuk menyirami beberapa tanaman koleksi ibuku yang tertata di area yang tidak terlalu luas. Perhatianku lalu tertuju pada sekumpulan ibu-ibu yang mengerumuni seorng tukang sayur yang sudah bertahun-tahun mengabdi kepada warga komplek tempat tinggalku. Mereka mengeluhkan harga sembako yang naik lagi. “duh masa Rp.1000,- cuma dapat 10 buah cabe rawit sih, tambahin dong ah...” “aduh minyak kelapa naik lagi??” “aduh kenapa ya bang, sekarang mah tahunya gampang hancur, gak padet. Tempenya juga...” gerutu sebagian ibu-ibu. “aduh Ibu-ibu, jangan protes sama saya. Kalo gak mau harganya yang naik, ya kualitas atau porsinya yang dikurangi. Gitu istilahnya mah ibu-ibu. ” maka dari itu, tak heran jika mamah sering marah saat aku dan adikku menyisakan makanan di piring kami. Dan karena iyu juga, aku sangat hemat dalam membelanjakan uangku. Berbeda dengan adikku, Levi. “ya ampuuuun adiiik. Pakai parfumnya lebai banget sih. Jarak 100 meter juga kecium ini mah. Hemat dong!” “ih si adik pulsa Rp.20.000,- gak kepakai seminggu. Hemat dong!” “aduh adik, uang saku mingguan udah habis lagi. Dipakai buat apa aja sih? Hemat dong!”

Sama halnya dengan Ezi yang sering membeli barang-barang yang sebetulnya tidak terlalu dibutuhkan. Dia cukup sering membelikan aku boneka. Disatu sisi aku tidak suka kalau dia boros, disisi lain aku senang terhadap perhatiannya. Kadang aku marah tentang hal itu, tapi dia selalu berkata “ini kan boneka, gak mungkin lah aku simpan di kamar. Lagi pula aku gak punya adik cewe. Dibuang juga mubadzir. Mustahil juga dikasih ke mamahku, ya udah kalau kamu gak mau, buat si adik aja ya.” Alhasil di kamar si adik banyak boneka-boneka pemberian Ezi.

Satu kelas dengan pacar rasanya sedikit risih. Ciyeeeeee.....aku bosan mendengar kata itu. Tapi aku bersikap profesional di kelas. No chatting...No smiling with him. “semantics terms. That’s assignment for next meeting. See you later, have a nice day.” Tegas sang dosen. Wah tugas baru lagi. Padahal ada beberapa tugas lain yang deadline-nya minggu ini juga. Cukup jenuh menghabiskan waktu berjam-jam di depan komputer. Akupun beristirahat sebentar dan menyalakan televisi. “Jika Aku Menjadi” adalah acara yang bagus. Melihat setiap tayangannya, kita akan lebih diingatkan lagi kalau masih begitu banyak warga miskin di negara ini. Rasanya program-progam TV seperti ini lebih peduli terhadap mereka daripada sebagian pejabat pemerintah yang walaupun gajinya sudah besar dengan segala fasilitas kedinasannya, tapi masih meminta lebih. Tapi itu terlalu jauh, aku sendiripun masih selalu merasa kurang, padahal sebenarnya aku jauh lebih beruntung. Sedikit lebih petang, ibuku menonton sinetron favoritnya yang sudah tayang ratusan episode. Aku terus menggerutu saat menonton scene yang membuat gregetan. Tokoh protagonis dianiaya, didzolimi terus-menerus tanpa perlawanan atau adegan saat tokoh protagonis yang hampir tertabrak mobil, tapi yang celaka adalah orang yang menolongnya yang setelah menyelamatkan tokoh protagonis, dia malah berdiam diri sambil berteriak saat mobil melaju ke arahnya dan bukannya menghindar. Tapi anehnya aku juga ibuku menonton lagi sinetron itu.

Pagi kembali mengingatkan setiap orang untuk kembali beraktivitas. Hampir setiap pagi si adik selalu membuat saya kesal. Untuk minum susu juga sarapan harus dipaksa, habis mandi kran tidak ditutup, terus teriak-teriak nyari dasi, terus minta rambutnya diikat, dan pagi ni juga dia minta PR IPAnya yang harus dikumpulkan hari ini dikerjakan. Uh super manja. Langsung aku update status di akun facebook heyy my little sistaa, you make me mad as a wet hen in early morning!!!. Ayah dan ibu malah tersenyum dan geleng-geleng kepala, tapi sesekali kami kena bentakan mereka karena bosan melihat kami terus bertengkar. Pukul 08.30 WIB Ezi sudah datang menjemput dan kami pun berangkat kuliah setelah pamit pada Ibu. “zi, anak-anak kelas kita kok pada belum datang sih?” tanyaku. Ezi malah tertawa kecil lalu berkata “sa kayaknya aku lupa, jadwalnya diganti jadi jam satu nanti” “Bete deh. Ya udah anterin aku ke kosannya Mia yuk!” “gak ah. Aku mau jalan-jalan. Tapi kamu ikut ya”  “gak ah. Aku mau nonton drama korea aja, tiga episode terakhir.” Dengan wajah bete, Ezi mengantarkanku ke kosan Mia. Setelah itu dia pergi ke rumah sahabatnya, Angga yang tinggal tidak jauh dari kampus. Setelah shalat dzuhur aku berangkat ke kampus. Begitu kagetnya aku saat melihat Ezi duduk berdua dan mengobrol akrab dengan Syara, kakak senior sekaligus mantan pacarnya. Begitu perkuliahan dimulai, Ezi mengejutkanku lagi. Dia masuk bersama Syara dan duduk bersebelahan. Tensi darahku tiba-tiba naik. Menurut informasi dari Mia yang mendapat informasi dari Angga, Syara mengulang mata kuliah Linguistic. “Make a group consist of two students and discuss about Tree diagram. Then present what you discussed” tegas Pak dosen. Rasanya aku ingin sekali memanas-manasi Ezi yang satu kelompok dengan Syara. Rupanya Pak dosen cukup puas dengan presentasiku, wuaaa senangnya. Ezi tersenyum padaku, tapi aku palingkan mukaku. “sa, kamu cemburu ya? Dari tadi kamu dingin banget sama Ezi. hee ”  tanya Mia, “aku kan emang kaya gini kalo di kelas mah.”

Sementara itu Ezi terlihat pulang bersama Syara. Aku tidak kaget, karena sebelumnya Ezi bilang kalau dia akan mengantarkan Syara mencari buku, setelah aku bilang tidak akan pulang bersamanya. Walaubagaimanapun aku cemburu dan menyesal tidak pulang dengan dia. “Resa gak marah kamu nganter aku?” tanya Syara, tapi Ezi hanya tersenyum. Ezi sebenarnya tahu bahwa aku sedikit tidak rela, tapi dia fikir selama dua bulan pacaran, aku terlalu bersikap dingin padanya. Eza fikir, tidak salah kalau aku dibuat cemburu.

Dua hari berlalu, dua hari itu juga Ezi masih anteng dengan mantannya. Rasanya cerita FTV yang sedang aku tonton ini sesuai dengan apa yang sedang terjadi antara aku dan Ezi. Mia dan dua sahabatku yang lain pun berpendapat yang sama. “Kalau menurutku ya mening nonton FTV daripada sinetron. Pertama karena konfliknya selalu diperpanjang. Kedua, banyak penindasan terhadap tokoh protagonis yang lemah menggunakan cara-cara yang picik. Ketiga, emosiku suka terpancing, jadi ikutan marah-marah. Ah greget pokoknya!!” tegas Emi. “Kalau aku sih nonton acara-acara musik. Sekarang banyak kan tuh...so entertaining. Apalagi banyak boyband ala Koreanya, haha” jelas Shila.
Acara-acara televisi itu memang sangat mempengaruhi penontonnya. Aku hanya bisa menjadi komentator amatir. Misalnya perilaku tokoh antagonislah yang diikuti, bukan protagonisnya, atau banyaknya koruptor yang diberitakan tertangkap, tapi malah makin banyak koruptor. Banyak para pelaku kejahatan yang diberikan hukuman berat, tapi malah makin banyak pula kasus kejahatannya. Coba kalau berita kriminal lebih menyoroti hukumannya, bukan modus-modus para penjahat dalam melancarkan aksinya. Mungkin aku terlalu berlebihan, tapi aku tidak mau melihat adikku menjiplak perilaku negatif yang dia lihat di televisi.

Tapi banyak juga program TV yang bagus, yang menginspirasi, memotivasi siapapun yang menontonnya. Kick Andi adalah salah satu acara yang aku suka, atau on the spot yang menghibur juga informatif. Dan yang mengharukan adalah Jika Aku Menjadi. Ada juga acara-acara yang dapat menambah keimanan kita, seperti acaranya Mamah Dedeh, atau Ustadz Nur Maulana. Atau yang menjadi favoritku adalah tayangan live upacara pengibaran bendera merah putih yang hanya sekali dalam setahun, yakni pada 17 Agustus. Melihat PASKIBRAKA yang berbaris rapih memakai pakaian dinas putih-putih, rasanya jiwa nasionalismeku makin menggebu. Walaupun aku lihat suasana pengibaran di TV yang sama setiap tahunnya, tapi aku lihat maknanya; PASKIBRAKA yang terdiri dari pemuda pemudi se-nusantara itu adalah simbol bahwa pemuda-pemudi Indonesia akan tetap dan terus meninggikan nama Indonesia.

Sinar sang mentari kembali menembus jendela kamarku dan dinginnya udara menyentuhku hingga membuat aku ingin bergerak untuk menyingkirkan rasa malas yang menyelimutiku. Setelah semalam menonton programnya pak Mario Teguh, aku serasa mendapat suntikan semangat untuk menjalani hari ini. “pass today with flying colours.” Aku kaget dengan kedatangn Ezi dan Syara. Rasanya malas untuk menemui mereka yang malah asik mengobrol dengan si ayah. “hey, ngintip apa?” tegas ibu mengagetkanku. Rupanya Ezi mengajakku untuk mencari buku sumber untuk tugas Linguistic. Saat beristirahat sebentar untuk minum, Ezi berkata”daritadi diam aja. Kenapa sih, kamu cemburu ya?.” Bisa-bisanya dia menanyakan itu di depan Syara. Itu membuatku salah tingkah. “Zi, kata kamu kan Resa itu dingin sama pacarnya sendiri, tapi sekarang kamu gak usah ragu lagi. Resa memang cemburu sama aku. Dan cemburu itu tanda cinta, hehe” jelas Syara. Ya ampun aku serasa seperti anak ABG yang cemburuan. Oh, tidak! Aku seperti bermain dalam sebuah FTV yang berkisahkan masalah percintaan yang sangat biasa. Pasti aku sudah terbawa oleh dunia persinetronan.

“Heran deh. Seberapa lama sih kamu nonton TV? Sampai-sampai kamu hafal semua program televisi disetiap channel. Pantes, kaca matanya tebel gitu!!” jelas Ezi meledek. “Gak apa-apa lah asal jangan sampai setebal kacamata Betty La Fea. Lagian aku tuh tidak sembarangan nonton TV, aku ini sedang mencoba menjadi pengamat tayangan televisi.” jawabku sembari menyerengeh. “Apa sih? Gak lucu!!” tegas Ezi dibumbui nada bercanda. Sejak saat itu, aku cukup tidak dingin pada Ezi selama di kelas. Tapi menurut Ezi aku masih begitu sangat dingin. Alhasil Ezi memutuskan untuk bersikap sama seperti aku. Menurutku itu bagus, aku tidak mau menjadi seseorang yang setia membuatkan tugas atau memberikan jawaban saat ujian untuk pacarnya. Akupun tidak mau Ezi menjadi orang yang seperti itu.
Kita sebagai penonton biasa, tidak bisa mencegah kemunculan tayangan-tayangan yang kurang mendidik. Maka dari itu kita sendirilah yang yang harus cermat memilah-milih mana tayangan TV yang memberikan dampak positif dan mana yang bukan.
“Sa, drama Korea itu memang seru. Kamu tau sendiri kan aku ini seorang Korea addict. But Indonesia is in my heart.” Jelas Mia. “So do I”
“Dengan menonton tayangan-tayangan TV yang baik, terlebih mendidik, aku pun bisa terpengaruh sama hal-hal yang positif juga. TV bisa jadi guru kita, tapi bisa juga memperlambat IQ kita. Dan yang paling penting, matikan televisi anda saat hendak tidur, untuk menghemat. Hihi” jelas si adik, “Alhamdulillaaah akhirnya sadar. Jadi kamu gak akan merepotkan kakak lagi kan. Gak akan kakak lagi yang mematikan kran bekas mandi kamu, gak akan kakak lagi yang ngerjain PR kamu, gak akan melawan lagi sama kakak, gak akan....” “ahhh stop! Ok deal” potong si adik.
Sementara itu, ayah dan ibu hanya tersenyum lembut menyaksikan kami, Tom & Jerry yang kini menjadi Lala dan Po. Lalu saat melihat iklan bahaya rokok, dengan refleks aku berkata “ayah liat tuh, segitu menyeramkannya bahaya rokok. Jadi, berhenti merokok! Saat ayah berfikir untuk beli rokok, belilah permen. Ingat ya!” tapi ayah malah langsung mengganti channelnya ke acara lawak yang menjadi top rating. Aku, si adik dan ibu pun tertawa melihat ayah. ***








Kamis, 04 Agustus 2011

The Dutch Caves (Writing Assignment)

The Dutch Caves
Historical places travel

Dutch caves are one of the real evidence of Indonesian independence struggle from the Dutch. It is located in THR (Taman Hutan Raya) Ir. H. Juanda area at Dago Pakar no. 69 in Bandung. There are some destinations in here, such as Ir. H. Juanda monument and its museum, outbound area, the Dutch cave, Japan cave, and waterfalls such as curug omas. The place gives us shadiness and coolness, because it is located in range of hills. To get the ticket, domestic tourist is charged Rp.8000, 00 and foreign tourist is charged Rp.10.000, 00. But if you take your own motorcycle, you have to add the cost Rp.5.000, 00.

In 1918, Dutch cave was formerly used as water tunnel for the Bengkok electrics power plan. But in 1941, when the situation of the world war it was becoming fierce its function into center of the radio communication soldier Dutch. The cave consists of three corridors. The first corridor was used as water tunnel for the electrics power plan. The second corridor was used as ventilation and torturing Indonesian. The third corridor was used as logistics distribution. There are nine tunnels used as torturing tunnel and prison cell. The cave is really wide and dark. Therefore the guide and flashlight are needed. The guide rent cost is Rp.20.000, 00 and Rp.3000, 00 for a flashlight rent cost. Dutch cave had been renovated twice. In 1964, it was used as weapon storehouse by Indonesian soldier. Secondly in 1984, the second president of Indonesia, Ir. Soeharto legitimized it as tourism location. Then, on 14th of January 1985, the place was named THR (Taman Hutan Raya) Ir. H. Juanda. 

Dutch cave had a mystic story. Anyone who was in the cave is forbidden to say “Lada.” If it was done, he/she would be annoyed by the ghosts who lived there. “Lada” was a Dutch noble’s secret wife’s name. She was called “Nyi Lada.” She will be angry, if there is somebody who called her name. Beside that, we are also forbidden to do something impolite in the cave area. The myth is still believed by local civilization and they give sesajen, some foods, flowers, etc. presented for the ghosts regularly.
Different with the Dutch cave, Japan cave has three corridors and a trap corridor. The cave was wider than the Dutch cave. However, same as the Dutch cave, Japan cave used tufaan rocks that are able use for foot therapy. Beside that, above the caves is the jungle. Actually there were some lamps inside the caves. Because the moisture, the lamps were often short circuit. Therefore today, there is no lamps making the cave is so dark. There are also some cave bats which hang on the cave roof. It made the cave more frightened. Japan cave has never been renovated, so the cave is still natural. At the past time, it was used as the defense cave Japanese soldier. It was built by Indonesian on the Dutch command in 1942 until 1943. In the Romusa times, many Indonesian died because of hunger. They were forced to build the cave during 24 hours and given meal once. Then, the corpses were thrown away to the river. Nowadays, it is known as river Cikapundung.

There are some food stalls around the caves, so do not worry if you were hungry and did not bring some foods. You can enjoy to eat warm roasted corn in the cold weather while watched the nature of rang of hills in Dago Pakar. Beside that, you can enjoy the waterfalls such as curug omas which is located quite far from the Dutch cave. But there is motorcycle driver service called ojeg that can take you to the destination. It is charged Rp.20.000, 00 for a motorcycle. Over all this destinations are so interesting. This is an educative vacation. Just tips for you: to save tour money, it will be better if you bring flashlight yourself and bring it more than two because the caves are so dark.